Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Singkat Kesultanan Aceh Darussalam


Kerajaan Aceh menerima pengislaman dari Pasai pada pertengahan abad ke-14. 

Kerajaan Aceh bermula dari penggabungan dua negeri kecil, Lamuri dan Aceh Dar al Kamal pada abad ke-10 H. 

Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Muzaffar Syah dari Pidie yang memenangkan perang ketika melawan Aceh Besar. 

Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis, Aceh merupakan bagian dari kerajaan Pidie. 

Kesultanan Aceh berkembang pesat setelah Malaka direbut oleh Portugis. Setelah Sultan Muzaffar Syah, kemudian dilanjutkan oleh puteranya yaitu Sultan Ali Mughayat Syah.

Kesultanan Aceh menguasai pesisir barat Sumatera hingga ke Bengkulu, Pasai direbut dari tangan Portugis oleh penguasa besar pertama Aceh, Ali Mughayat Syah pada 1524. 

Daerah tersebut merupakan pemberian Sultan Minangkabau. 

Daerah kesultanan dibagi atas daerah-daerah kecil yang disebut Mukim, yang berjumlah sekitar 190 mukim. 

Tiap-tiap daerah dikuasai oleh panglima yang didampingi oleh seorang imam dan empat pengichi untuk mengurusi tiap-tiap masjid. 

Pemerintahan pusat terdiri dari dewan kerajaan yang terdiri dari Sultan, maharaja, laksamana, paduka tuan, dan bendara.
 
Kerajaan Aceh mengalami kemajuan pesat pada abad ke -16 sampai pertengahan pertama abad ke-17. 

Kapal-kapal Aceh, untuk menghindari bangsa Portugis di Malaka, tidak berlayar melalui selat Malaka, 

mereka berlayar menyusuri sebelah barat Sumatera melalui selat Sunda. 

Hasil terpenting dari kerajaan ini adalah merica yag berasal dari Pasai dan Pidie, dan emas yang ditambang dari Minangkabau. 

Kerajaan Aceh sebagai kerajaan maritim lebih banyak mengandalkan kekuatan armada laut, Aceh pun terlibat dalam rute perdagangan Samudera Hindia dan Laut Merah. 

Partisipasi tersebut mencapai puncak kejayaan pada pertengahan abad ke-17. Dan tentunya masih banyak kemajuan-kemajuan lainnya.

Kemajuan Aceh dilanjutkan oleh menantu Iskandar Muda yaitu Iskandar Tsani. 

Menantunya yang Liberal ini dapat mengembangkan Aceh dalam beberapa tahun ke depan. 

Dengan lembut dan adil, Iskandar Tsani mendorong perkembangan agama dan melarang pengadilan dengan penyiksaan fisik. 

Pada masa ini, pengetahuan keagamaan juga maju pesat. Namun kematian Iskandar Tsani disusul oleh masa-masa bencana tatkala beberapa sultan perempuan menduduki singgasana pada 1641-1699 menjadikan Aceh lemah.

Banyak wilayah taklukannya yang lemah dan kesultanan pun terpecah-pecah. 

Selanjutnya pemulihan kembali kesultanan tidak banyak membawa manfaat. Menjelang abad ke-18 Kesultanan Aceh hanya merupakan bayangan masa silamnya belaka, tanpa kepemimpinan dan kacau balau. 

Akhirnya di penghujung abad ke-19 Aceh jatuh ke tangan Hindia Belanda.

Baca Juga : 

Post a Comment for "Sejarah Singkat Kesultanan Aceh Darussalam"